Friday, February 18, 2011

“Peneliti Ini Kok Beraninya Mem-Publish"


 
Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, Dr. Marius Wijayarta, menilai tindakan para peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB) terkait susu formula berbakteri, melanggar kode etik. Pasalnya, hasil studi ini dinilai belum lengkap, namun sudah dipublikasikan.

"Kalau belum lengkap jangan di-
publish, karena ini bisa meresahkan masyarakat. Ini bisa dipidanakan," kata Dr. Marius dalam diskusi Polemik bertema Susu Berbakteri di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu, 19 Februari 2011.

Dr. Marius paham hak masyarakat atau konsumen untuk mengetahui informasi produk, hanya saja bila hasil penelitian belum lengkap kemudian disebarkan, itu sama artinya dengan menjerumuskan publik.


"Oknum (peneliti) ini kok berani-beraninya mem-
publish ke masyarakat. Kalau penelitian mau dipasang di website belum lengkap itu hal yang sangat tabu," katanya.

Dr. Marius tidak menyebut oknum yang dimaksud. Tapi, dia mendesak oknum peneliti untuk berani mempertanggungjawabkan tindakannya kepada publik.

Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN, Riski Sadiq, mengatakan ada dua solusi untuk memecahkan masalah ini.

"Pertama, masalah hukum supaya ditindaklanjuti. Kedua soal tuntutan publik, ketenangan publik supaya tidak meresahkan. Jelaskan dengan jujur dan benar kepada masyarakat jangan ditutupi. Jelaskan saja merk-merknya," katanya.

Permasalahan susu ini bermula ketika para peneliti IPB menemukan adanya kontaminasi Enterobacter Sakazakii sebesar 22,73 persen dari 22 sampel susu formula yang beredar tahun 2003 hingga 2006. Hasil riset dilansir Februari 2008.

Namun, IPB tidak bersedia menyebutkan merek susu yang dimaksud. Begitu juga dengan pihak Kementerian Kesehatan. Petinggi IPB menjelaskan bahwa tahun 2006 memang ada susu yang mengandung bakteri berbahaya, tapi sudah tidak ada lagi.

No comments:

Post a Comment