Monday, August 31, 2009

dirgahayu indonesia 64

PERJUANGAN TIDAK BERAKHIR SAMPAI DI SINI
Dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia ke 64, bermula dari suatu peristiwa kecil yang memunculkan suatu gebrakan baru dalam perjuangan melepaskan diri dari belenggu penjajahan kolonial Belanda dan Jepang. Peristiwa ini terjadi menjelang tengah malam tanggal 16 Agustus 1945, yang dilatarbelakangi oleh perbedaan sikap kalangan muda dan tua dalam menyikapi kekalahan Jepang oleh Sekutu. Kalangan muda bersikeras mendesak Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada malam hari itu juga. Tetapi, karena kalangan muda menganggap kalangan tua terlalu tunduk kepada Jepang, maka mereka berinisiatif untuk mengamankan Soekarno dan Hatta ke luar Jakarta. Maksud yang seperti itulah yang melahirkan Peristiwa Rengasdengklok. Kota kecil yang berada di dekat kota Krawang inilah yang menjadi saksi bisu awal mula kemerdekaan Republik Indonesia. Untuk menghindari kecurigaan Jepang, tugas membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dilaksanakan oleh Shodanco Singgih, dari Daidan PETA di Indonesia. Pembicaraan pribadi antara Soekarno dan Shodanco Singgih, menyimpulkan bahwa Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan segera setelah kembali ke Jakarta. Kalangan muda dan tua di Jakarta menyatakan kata sepakat. Kesepakatan berupa dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, sebelum pukul 12.00 WIB. Setelah bertemu dengan PPKI dan somabuco (kepala pemerintahan umum) Mayor Jenderal Nishimura di Jakarta, Soekarno dan Hatta bergegas ke kediaman Laksamana Maeda. Di sana telah berkumpul para anggota PPKI dan kalangan muda. Kemudian, terjadilah peristiwa bersejarah berupa perumusan teks proklamasi kemerdekaan. Dini hari tanggal 17 Agustus 1945, teks proklamasi kemerdekaan Indonesia selesai dirumuskan. Langkah selanjutnya adalah membacakan lalu menyebarluaskan proklamasi kemerdekaan. Sejak saat itu, proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan ke seluruh penjuru Indonesia dan dunia. Peristiwa itu menandai perubahan drastis kedudukan Indonesia dari negeri terjajah menjadi negeri merdeka.
Peristiwa itu sekaligus mengawali tanggung jawab yang berat, yakni untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Agar Republik Indonesia yang baru lahir dapat terus berjalan, perlulah disusun tata kehidupan kenegaraan. Diawali dari mengesahkan undang-undang dasar, memilih presiden serta wakil presiden, dan membentuk lembaga kenegaraan. Akhirnya setelah melalui serentetan perjalanan sejarah yang panjang pula, kemerdekaan Indonesia bisa bertahan hingga sekarang yang telah genap berusia 64 tahun. Berbagai macam gejolak politik dan peristiwa-peristiwa yang mengancam keutuhan bangsa ini juga pernah terjadi. Tetapi, hingga sekarang kita masih merasakan kemerdekaan dari kaum penjajah dan perjuangan ini tidaklah berakhir sampai di sini.Masih banyak hal yang perlu diperjuangkan dari kaum-kaum penjajah yang masih menggerogoti kemerdekaan Indonesia. Bukanlah kaum penjajah yang bersenjatakan peluru dan alat peledak canggih, tetapi kaum penjajah yang terlahir dari dalam negeri Indonesia tercinta ini. Penjajahan ini tersebar di seluruh daerah di Indonesia, bahkan pelaku penjajahan ini adalah orang Indonesia sendiri dan korbannya juga masyarakat Indonesia sendiri pula. Kemiskinan, peredaran Narkoba dan obat-obatan terlarang, KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), ancaman serangan teroris, pemberontakan kemerdekaan di sejumlah daerah, konflik antar suku dan degradasi moral generasi penerus bangsa. Itu hanyalah segelintir penjajahan oleh bangsa Indonesia sendiri, sedangkan penjajah dari luar juga perlu diperhitungkan seperti halnya kasus berikut. Akhir-akhir ini, ulah negara tetangga Indonesia membuat geram bangsa Indonesia. Sebut saja Malaysia, yang oleh masyarakat diplesetkan menjadi “ Malingsia” yang dikarenakan Malaysia melancarkan penjajahan terhadap kebudayaan Indonesia dengan mengklaim beberapa kesenian khas Indonesia menjadi kesenian khas milik negeri Jiran. Sudah begitu banyak tindakan pengklaiman Malaysia terhadap kebudayaan Indonesia. Tarian Reog yang asli berasal dari kota Ponorogo, Jawa Timur ini serta tarian Kuda Lumping yang merupakan tarian khas Jawa Timur ini muncul di suatu pementasan kebudayaan oleh Malaysia dan adanya tayangan iklan mempromosikan kebudayaan Malaysia yang menggunakan lagu yang dipopulerkan oleh Erni Johan “Kau Selalu Di Hatiku” tanpa menyebutkan judul serta penyanyi aslinya dan asalnya. Masih seputar lagu, lagi-lagi ulah Malaysia membuat geram masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Maluku. Lagu “Rasa Sayange”, lagu rakyat yang telah membudaya turun temurun di kalangan masyarakat Maluku juga sempat diklaim oleh mereka untuk mempromosikan pariwisata Malaysia. Begitu pula tarian Pendet, tarian yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu d pulau Dewata ini juga turut menjadi korban. Secara spontan, para seniman dan budayawan Bali memprotes hal tersebut, tetapi apa yang dikatakan pemerintah?. “Jangan terpancing emosi”, itu yang dikatakan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah hanya diam seribu bahasa, tanpa aksi apa-apa yang bisa dilakukan. Apa mereka akan terus-menerus membiarkan Malaysia mengklaim kesenian serta kebudayaan asli Indonesia yang merupakan hasil cipta dan karsa dari nenek moyang ?. Bila pemerintah tidaklah segera mengambil tindakan, tentunya masyarakat harus bertindak menyelamatkan dan melesatarikan kebudayaan nusantara. Tidak hanya di bidang kebudayaan nusantara saja, Indonesia yang terkenal dengan negara kepulauannya juga seringkali menjadi sengketa batas wilayah dan pengakuan pulau-pulau kecil terluar dari wilayah NKRI. Tentunya masih jelas teringat masalah persengketaan pulau Sipadan Ligitan yang terletak di selat Makasar ini juga telah mencuri perhatian dunia internasional, meminta keterlibatan Mahkamah Internasional. Melalui beberapa perundingan, telah diputuskan bahwa pulau Sipadan dan Ligitan yang memiliki pantai berpasir putih dan keindahan pemandangan bawah laut yang eksotis jatuh ke tangan pemerintahan Malaysia. Lain lagi ceritanya dengan Singapura, negara tetangga kita yang walaupun memiliki pulau kecil, tetapi kehidupannya yang telah maju juga menjajah negara kita. Pulau-pulau kecil terluar dari Indonesia telah habis oleh ulah biadab mereka, pasir dan tanah pulau-pulau kecil itu telah mereka ringgus dengan kapal penggeruk canggih. Timbunan pasir dan tanah itu, kemudian mereka tempatkan pada pulau terluar negara, yang menyebabkan bertambah luasnya daerah mereka. Padahal bila ditelusuri lebih lanjut, banyak sekali ratusan bahkan bisa jadi ribuan pulau kecil yang berada di perairan terluar dari Indonesia yang masih belum terjamah oleh manusia. Ini perlu dipertanyakan dan disahkan kepemilikannya oleh bangsa Indonesia agar kasus persengketaan pulau antar negara tidak perlu terulang kembali. Sebenarnya, bila pemerintah bergerak cepat dan memberikan perhatian pada pulau-pulau kecil ini, bisa jadi pula-pulau kecil ini bisa menjelma menjadi suatu aset pariwisata bagi Indonesia. Hampir semua pulau-pulau kecil ini memiliki objek wisata yang berdaya tarik tinggi. Hamparan pantai berpasir putih, terumbu karang yang berwarna-warni dan juga kondisi perairan yang belum tercemar. Tentunya ini bisa menjadi salah satu aset wisata yang bisa turut menyumbang pendapatan negara dan menjadi pendobrak jumlah wisatawan baik dari luar maupun luar negeri.

Indonesia tidak hanya dijajah dari luar, tetapi juga dalam. Adapun ada empat penjajah utama bangsa Indonesia saat ini, yaitu korupsi,narkoba dan perusakan lingkungan. Korupsi sepertinya sudah menjadi kebudayaan bagi bagi masyarakat Indonesia. Bukan lagi kalangan ke atas, kalangan menengah ke bawah tertulari juga dengan kebudayaan cerminan degradasi moral ini. Pelakunya tidak hanya perseorangan, tetapi juga secara berjamaah pula. Sungguh suatu fakta yang benar-benar menyengsarakan masyarakat. Kini suatu kejujuran telah menjadi mahal oleh tindakan korupsi, kepercayaan dan amanah yang diberikan mulai terlupakan, mereka tergiur dengan nominal rupiah. Rupiah memang telah membutakan mata dan nurani mereka, hanya untuk memakmurkan kehidupan mereka sendiri tanpa memperdulikan asal muasal dan untuk apakah uang itu. Bisa jadi, masyarakat Indonesia tidak akan merana seperti ini bila mereka tidak melakukan hal seperti itu. Perusakan lingkungan di Indonesia begitu memprihatinkan. Bila ditinjau ulang, bencana alam yang selama ini terjadi juga akibat dari ulah manusia Indonesia dengan tindakannya yang merusak lingkungan. Walaupun Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang luas, penebangan liar juga marak di hutan-hutan luar pulau Jawa khususnya, yang mencengangkan lagi dalang di balik penebangan liar itu melibatkan wakil rakyat. Sungguh memalukan tindakan mereka, ini menandakan kejujuran dan kepercayaan begitu mahal harganya. Berawal dari penebangan hutan, melahirkan bencana-bencana yang lain seperti kebanjiran, tanah longsor,kebakaran hutan. Kasus Lapindo di Sidoarjo, juga ulah tangan manusia juga. Bahkan yang mengenaskan Pihak yang terkait dengan kasus ini tidak segera menyelesikan tanggung jawabnya dengan warga Porong , Sidoarjo yang menjadi korban kasus ini. Siapa lagi yang jadi korban kalau tidak rakyat Indonesia lagi bukan?. Tetapi kenapa mereka tetap saja melakukannya?. Lagi-lagi alasan ekonomi yang melatarbelakanginya. Angka kemiskinan di Indonesia tergolong cukup tinggi dibanding negara-negara tetangga. Untuk mendapatkan sepeser rupiah, rakyat Indonesia menempuh dengan segala cara, bahkan dengan cara yang haram pun juga dilakukan. Selain korupsi, praktek prostitusi juga mereka jalankan. Para remaja belasan tahun rela menjual diri untuk sepeser rupiah, padahal mereka adalah generasi penerus bangsa. Seharusnya hal seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut – larut, ini merupakan mulai terkikisnya moral generasi penerus bangsa. Belum lagi peredaran Narkoba yang pesat di kalangan rakyat Indonesia, tidak hanya kalangan atas, tetapi juga kalangan bawah. Sekarang, Narkoba bukan barang mahal lagi dan tidaklah sulit untuk didapat. Para pengedar Narkoba internasional juga mebarkan sayap peredarannya di Indonesia, mereka membuka pabrik di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena didukung letak strategis negara Indonesia yang berada di posisi silang, sehingga memudahkan mereka dalam mengedarkannya lintas negara dan tentunya juga dibantu warga Indonesia pula. Lemahnya hukum di Indonesia menjadi keuntungan sendiri bagi mereka. Persemain jaringan terorisme di Indonesia juga semakin subur saja. Hal ini dibuktikan dengan suatu fakta yang menggemparkan Indonesia dan dunia. Sudah terhitung beberapa kali ledakan bom bunuh diri terjadi di Indonesia,para pelakunya sering dikaitkan dengan jaringan teroris internasional, Al-Qaeda yang memiliki jaringan di wilayah Asia yang bernama Jamaah Islamiyah. Jamaah Islamiyah ini member gaung bahwa mereka memburu symbol barat, khususnya Amerika Serikat. Dalam melakukan aksinya mereka tidak segan-segan merekrut pelaku bom bunuh diri dari rakyat Indonesia sendiri yang mereka nyatakan sebagai suatu bentuk jihad. Suatu fakta yang mencengangkan, salah satu pelaku bom bunuh diri tanggal 17 Juli 2009 di hotel Ritz Carlton adalah siswa yang baru saja lulus SMA pada tahun ini. Sebenarnya jaringan Jamaah Islamiyah tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Tetapi, persemaian jaringan teroris ini lebih subur di Indonesia dikarenakan salah satunya adalah berlakunya undang-undang keamanan dalam negeri di kedua negara tersebut yang memungkinkan orang bisa ditangkap tanpa perlu diadili bila dicurigai berbahaya bagi kepentingan umum. Tetapi setelah reformasi, undang-undang ini tidak lagi diberlakukan. Sehingga mereka memiliki keleluasaan dan kenyamanan tersendiri berada di Indonesia.

Ini suatu bentuk penjajahan bersekutu, antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing. Ternyata bila ditelusuri lebih lanjut, kemerdekaan Indonesia yang sudah berusia 64 tahun ini adalah kemerdekaan dari belenggu penjajahan Belanda dan Jepang yang telah diperjuangkan oleh pahlwan nasional. Sedangkan sekarang, Indonesia belum merdeka dari penjajahan oleh bangsa sendiri. Dimana dalam hal ini, peranan mahasiswa sebagai Social Control dan Agent of Change sangat dibutuhkan. Tentunya bukan hanya mahasiswa saja, tetapi perlu adanya kerjasama dengan segenap anggota masyarakat yang lain. Jika bukan mahasiswa, lalu siapa lagi yang akan peduli memperjuangkan kemerdekaan nasib bangsa Indonesia?. Mereka penerus harapan serta cita-cita luhur bangsa ini. Wahai para mahasiswa, berjuanglah meraih kemerdekaan Indonesia di segala bidang kehidupan, tidak hanya berupa aksi-aksi jalanan, demontrasi tetapi juga dibarengi partisipasi politik baik di tingkat local, regional, nasional maupun internasional, penerapan keilmuan dan teknologi dengan tetap berlandaskan moral dan etika. Hidup Mahasiswa!!! Vivat!!!! (lustyyah ulfa)

No comments:

Post a Comment