1. Proses Pembuatan Batu Bara Cair
Untuk mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan. Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan nama Brown Coal Liquefaction Technology (BCL). Adapun gambar proses pembuatannya antara lain:
Gambar 1. Proses pembuatan batubara cair dengan Brown Coal Liquification (BCL) Technology
Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien dari batubara yang berkualitas rendah. Langkah kedua melakukan proses pencairan di mana hasil produksi minyak yang dicairkan ditingkatkan dengan menggunakan katalisator, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi di mana heteroatom (campuran sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan lain lain) pada minyak batubara cair dipisahkan untuk memperoleh bahan bakar bermutu tinggi, kerosin, dan bahan bakar lainnya. Kemudian sisa dari proses tersebut (debu dan unsur sisa produksi lainnya) dikeluarkan.
2. Kelebihan Batu Bara Cair
Dalam perkembangannya, para peneliti telah melakukan berbagai terobosan teknologi untuk menghasilkan batubara cair yang berkualitas. Dengan demikian, pengembangan batu bara cair ini akan menjadi suatu industri yang prospektif bagi pelaku usaha untuk berinvestasi karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain :
a. Harga produksi lebih murah, yaitu setiap barel batu bara cair membutuhkan biaya produksi yang tidak lebih dari US$15 per barel. Bandingkan dengan biaya produksi rata-rata minyak bumi yang berlaku di dunia saat ini yang mencapai US$23 per barel.
b. Jenis batu bara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori rendah (low rank coal), yakni kurang dari 5.100 kalori, yang selama ini kurang diminati pasaran.
c. Setiap satu ton batu bara padat yang diolah dalam reaktor Bergius dapat menghasilkan 6,2 barel bahan bakar minyak sintesis berkualitas tinggi. Bahan ini dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet (jet fuel), mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak biasa.
d. Teknologi pengolahannya juga lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya tidak ada proses pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO2. Kalaupun menghasilkan limbah (debu dan unsur sisa produksi lainnya), masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan aspal. Bahkan sisa gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar.
e. Bila teknologi dan biaya produksi batu bara cair tersebut dianggap tidak kompetitif lagi, perusahaan dapat berkonsentrasi penuh memperoduksi gas hidrogen dan tenaga listrik yang masih memiliki prospek sangat cerah. Karena dengan memanfaatkan Panel Surya berteknologi tinggi (Photovoltaic), energi matahari yang mampu ditangkap adalah 100 kali lipat dibandingkan dengan panel biasa. Setiap
3. Proses pembakaran
Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap.
Daftar Pustaka
Economic Review, no 208, Juni 2007 dengan referensi:
1. Sadao Tanaka :”Bulletin of The Japan Institute Of Energy”, 78 (798), 1999
2. “Development of Coal Liquefaction Technology- Bridge for Commercialization”, Nippon Coal Oil Co., Ltd.
3. Haruhiko Yoshida: “Coal Liquefaction Pilot Plant”, New energy and Industrial Technology Development Organization.
Thursday, March 3, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment